Seorang siswi bunuh diri karena diejek mengenai menstruasi oleh gurunya.

Kejadian ini terjadi pada tahun 2017 lalu, tepatnya pada bulan November. Ketika itu seorang anak berumur 12 tahun tengah mengalami menstruasi pertamanya. Saat itu terjadi, ternyata baju yang ia kenakan terkena bercak darahnya. Ia tidak mengetahui hal ini sampai kemudian teman-temannya memberitahunya. Namun ketika ia masuk kelas, perlakuan yang berbeda ternyata diterima si anak dari gurunya sendiri–yang ternyata adalah seorang perempuan juga. Si guru tersebut malah menyuruh sang anak untuk berdiri di depan kelas, dan mengangkat roknya. Tanpa peduli bahwa di kelas tersebut juga ada siswa laki-laki. Setelah mengangkat roknya, kemudian memasangkan kain lap di bagian intim anak tersebut sebagai pembalut. Setelahnya kemudian si anak disuruh berdiri di luar kelas.

Kejadian memalukan itu terjadi pada hari Sabtu, dan berselang 2 hari kemudian, pada hari Senin si anak tersebut bunuh diri di lokasi dekat rumahnya, dengan meninggalkan catatan. Yang mengatakan bahwa ia tak bisa menahan rasa malu yang dialami karena pengejekan yang dilakukan oleh gurunya tersebut. Ibu korban malah mengatakan bahwa anaknya tak pernah menceritakan hal tersebut, dan baru mengetahui setelah teman-teman putri sekelasnyalah yang menuturkan.

“Saya tidak mengerti mengapa guru saya menegur saya. Saya masih tidak bisa paham, mengapa mereka melecehkan dan menyiksa saya seperti ini,” – (Source : BBC Indonesia)

 

70 siswi perempuan ditelanjangi oleh pengawas sekolah, dengan dalih pengecekan menstruasi.

Kejadian ini muncul pada April 2017 di bagian Uttar Pradesh. Siswi-siswi tersebut ditelanjangi oleh pengawasnya, yang masih merupakan pegawai kontrak–yang juga berjenis kelamin perempuan. Hal itu dimulai dengan peryataan pelaku bahwa ia menemukan rentetan bercak darah di pintu kamar mandi. Setelah itu kemudian ia meminta siswi-siswi tersebut untuk berkumpul dan melepas pakaiannya, untuk mencari tahu siapakah yang mungkin menjadi pemilik darah tersebut. Tujuannya? Yaaa…biar tau saja, siapa yang menstruasi. Urusannya apa? Yaaa…mau tau aja, katanya karena posisinya sebagai pengganti wali. Namun rasa kepo si pengawas ternyata berlebihan, karena ia sampai melakukan ancaman mengerikan kepada siapapun yang menolak untuk melepas pakaiannya. (Source : Koran Sindo)

Tubuh Perempuan adalah Investasi.

Percaya atau tidak memang praktik patriarki yang dialami perempuan di dunia ini muncul dari bermacam cara. Jika di Indonesia kita mengetahui bahwa perempuan memiliki keterbatasan dalam hak belajar dan bersuara, maka yang diterima oleh saudara-saudara perempuan kita di India adalah sesuatu yang ternyata begitu mengerikan. Bukan hanya terbatas dalam mengeluarkan opini, perempuan di India juga tabu untuk menstruasi.

India merupakan negara yang mempercayai bahwa setiap tubuh permepuan adalah investasi. Tubuh yang masih sehat bugar, belum akil balig, dan sedang hamil adalah perwujudan dari tanah yang subur dan hasil panen yang melimpah. Karena itulah orang-ornag India percaya bahwa yang paling ahli dalam bercocoktanam adalah perempuan. Itu sebabnya, yang memegang kendali sawah dan kebuh adalah perempuan.

Namun kemudian, ketika perempuan tersebut mengalami haid pertamanya, ia akan dicap sebagai seseorang yang sudah tidak murni lagi. Ia sudah ternoda. Menjijikkan. Dan harus diberikan perlakuan khusus, layaknya menangani suatu wabah penyakit.

Bahkan perempuan yang tengah haid dilarang menyentuh sapi dan hewan ternak lain, karena dianggap dapat membuat si sapi tersebut mandul dan tidka dapat menghasilkan susu. Perempuan juga dilarang untuk menyentuh makanan orang lain, karena dianggap sebagai najis. Perempuan juga dilarang untuk memasak, karena dianggap tidak suci, dna makanan hasil tangannya tidak layak makan.

Saking memalukannya menstruasi ini, tiap kali perempuan mengalaminya, maka ia akan diungsikan ke bagian pinggir desa, sampai masanya selesai.

Perempuan yang Tidak Suci, Tidak Boleh Menemui Tuhan.

Permepuan yang tengah haid dilarang keras mendatangi kuil-kuil di India. Bahkan kejadian pengusiran perempuan oleh para tokoh agama ketika mengunjungi kuilpun diangggap sebagai sesuatu yang wajar, di India. Bahkan para perempuan lainpun ikut megiyakan bahwa kondisi mereka ketika haid adalah kondisi yang sedang tidak suci, dan bahkan tidak pantas untuk menemui Tuhan.  Selain dipinggirkan dan dianggap tabu untuk dibicarakan, perihal menstruasi ini juga sudah masuk bukan hanya dalam kebudayaan India, namun juga sampai mengesampingkan hak-hak perempuan dalam hal agama dan kebebasan dalam pekercayaan yang sama.

Jangan Menstruasi di sini!

Banyak perempuan India yang tdiak mendapatkan hak dan fasilitas yang mumpuni dalam hal menstruasi, karena terlalu banyak mitos negatif yang dipercayai. Tidak seperti di Indonesia, yang perempuannya bisa menemukan pembalut di banyak tempat dengan mudah, di India perempuan-perempuannya tidak mengalami hal yang serupa. Jangankan masalah pembalut, malahan kamar mandi dan sanitasi yang layakpun tidak banyak dimiliki oleh mereka. Karena itulah kemudian bagi permepuan yang tengah menstruasi, sangat rentan untuk mengalami kekerasan dan pelecehan, sebab tidak ada tempat yang nyaman bagi mereka untuk berganti pakaian dan merawat bekas darah menstruasinya.

Kalian bisa bayangkan  ketika mau ganti pembalut, dan malah kamar mandinya tidak punya atap? Atau mau ganti pembalut tapi airnya tidak ada? Atau juag pas mau membersihkan sisa darah malah tempat mandinya itu dalam bentuk yang besar dan airnya dipakai sama-sama? Nah…kalau begitu, amsih niat buat buka celana??

Perempuan India pada awalnya malah hanya menggunakan dedauan kering untuk menahan darah menstruasi agar tidak tercecer. Jika mereka punya daya lebih, mereka akan pakai handuk–yang juga kebersihannya sama sekali tidak terjamin.

 

Karena perempuan yang menggunakan kain ini sebenarnya melakukan siklus pembersihan yang tidak layak juga. Mereka menjemur kainnya di dalam rumah, akrena malu jika harus menjemur dan dilihat oleh laki-laki, bahwa mereka sednag tidak suci. Mereka juga punya kebiasana memakai lagi kain tersebut dalam keadaan yang masih lembab….berkali-kali..terus menerus begitu siklusnya. Karena itulah kemudian banyak dari mereka yang mengalami infeksi saluran reproduksi hingga kanker serviks. Bahkan data WHO menunjukkan angka kematian perempuan yang ditimbulkan dari hal itu mencapai 27%.

Karena mitos yang buruk seputar menstruasi, banyak perempuan India tidak mendapatkan hak untuk menjalani menstruasi secara sehat.

Akibat dari minimnya pembicaraan mengenai hal ini, secara turun temurun, karena itu jarang sekali para perempuan India bisa mengenali alasan terjadinya pendarahan pada vaginanya. Entah itu karena memang menstruasi, keguguran atau karena sebab penyakit kelamin yang bahkan sama sekali belum pernah dipelajari. Mereka hanya tau, ketika mereka mengelarkan darah, hal yang dilakukan adalah sembunyikan itu rapat-rapat. Karena inilah juga kemudian remaja perempuan di India lebih memilih kehilangan seminggu waktu sekolah mereka, untuk berdiam di ruamh selama menstruasi. Bahkan 23% putus sekolah yang dialami oleh remaja India dterjadi ketika mereka mulai memasuki fase menstruasi.

Pada dalam tahap ini perempuan di Indonesia harus menjadikan ini sebagai cerminan dan motivasi belajar. Kesempatan mempelajari mengenai kesehatan reproduksi bukanlah hal yang main-main dan malu-maluin, karena memang saking intimnya bahasan inilah, makanya harus dibahas juga secara intensif dan kontinyu.

Memajak Pembalut Namun Tidak Memajak Kondom.

Perihal kebijakan menaikkan pembalut di India ini terbit pada tahun 2017. Tidak tanggung-tanggung, di tahun yang sudah terbilang begitu modern ini pemerintah India masih mencanangkan pajak pembelian pembalut hingga mencapai 12%. Tak heran memang jika kemudian data yang dikeluarkan oleh Nielsen  pada tahun 2011 menyatakan bahwa perempuan di India yang memakai pembalut hanya sejumlah 12% saja. Pemajakan pembalut ini ternyata timpang, dan malah tidak sejalan dengan pemajakan alat kontrasepsi. Malahan alat-alat tersebut tidak dikenakan pajak sama sekali.

Menstruasi merupakan siklus biologis yang wajar terjadi pada diri perempuan. Malahan ketika ia tidak mens, itu yang justru tidak sehat. Kenyataan inilah yang tidak banyak disadari oleh masyarakat India. Mitos yang ada di tengah-tengah mereka malah membuat perempuan mengalami pengalaman menstruasi yang begitu buruk, setiap bulannya. Para perempuan bahkan gagal untuk mengenali tubuh mereka sendiri, karena diidentikkan sebagai sesuatu yang tabu, dan tidak pernah pantas untuk dibicarakan.

Ketika mengetahui mengenai ini, jujur sayapun merasa terkejut, apalagi membaca mengenai kasus bunuh diri dan penelanjangan di atas. Bahwa memang patriarki ini membawa pengaruh yang tidak sedikit dalam kehidupan perempuan. Dominasi laki-laki bahkan melebihi otoritas individu yang dimiliki perempuan atas dirinya sendiri menjadi hal utama yang menjadikan perempuan gagal memiliki akses yang bebas untuk mengenali dan mendefinisikan dirinya. Karena itulah akhirnya mereka gampang dibawa arus patriarki, terombang ke sana dan kemari tanpa benar-benar tau bahwa mereka tengah dibodohi.

Datang bulan sungguhlah bukan perkara sepele lagi, setelah mengetahui pandangan dari saudari kita di India sana.  Bukan lagi hanya masalah menahan sakit perut dan hormon, namun lebih dari itu, mereka memperjuangkan harga diri bahkan nyawanya. Mereka harus menahan malu, dikucilkan, tidak boleh memegang makanan, memasak, dijadikan stigma negatif, dan secara sadar menerima kenyataan untuk mengasingkan diri selama masa haidnya berlangsung. Bahkan pembalut yang baikpun hanya bisa dimiliki oleh mereka yang punya uang lebih. Hal ini malah kebalikan dari kita, yang kerap menjadikan menstruasi sebagai bahan olok-olokan dan becandaan.

Saya berharap dari tulisan ini kita sama-sama belajar bahwa tanggungjawab akan perempuan adalah hal kolektif. Mulai dari peran keluarga, sahabat, teman, guru, para petugas medis, dan pemerintah—namun awalannya selalu harus dimulai dari diri perempuan itu sendiri.

Yaitu menanamkan pada diri sendiri bahwa tidak ada perihal perempuan yang patut disepelekan. Termasuk menstruasi. Termasuk meme-meme, joke dan lelucon berisi stigma mengejek yang selalu semangat untuk direpost dan diperbaharui tentang perempuan dan menstruasi.

Pembangunan pola pikir yang seperti itu malah membuat perempuan disepelekan atas siklus yang memang sudah sewajar dan seharusnya dimiliki setiap bulannya.