GIRLISME.COM – Pengalaman sebagai perempuan memang banyak banget jenisnya. Salah satunya adalah pengalaman lekat dengan stereotype sebagai  lapisan kedua dari laki-laki.

 

“Nyinyir banget sih, kaya cewek.”

“Alaah, penakut banget, mirip cewek lu!”

“Masa gitu aja nggak kuat? Cewek banget sih.”

“Hsss, udah-udah, jangan nangis. Masa cowok nangis, nanti kaya cewek.”

Awalnya saya nggak terlalu mempermasalahkan kalimat-kalimat semacam itu. Karena saat itu saya belum benar paham kalau kalimat tersebut merupakan definisi perempuan yang sebenernya berarti negatif. Barulah kemudian saya sadar kalau ternyata perempuan kerap dijadikan representasi dari bentuk laki-laki yang lebih lemah.

Dan kemudian saya berpikir bahwa hal seperti ini harusnya berhenti dan tidak lagi dilakukan.

 

Bagaimana gender berkembang di tengah masayarakat harus mulai didefinisikan ulang, dengan list perilaku dan sikap yang lebih seimbang dan nggak timpang. Karena ketimpangan tersebut sangat merugikan posisi perempuan.

 

Perempuan selalu diasosiasikan dengan sifat-sifat lemah, ketidakmampuan, kekurangberdayaan, dan selalu menjadi gender kedua setelah laki-laki. Hal ini menjadikan laki-laki yang lemah, akan dicap mirip perempuan. Ini mengartikan bahwa laki-laki dijadikan sebagai simbol gender yang dominan yang menguasai dan perempuan merupakan perumpamaan dari gender resesif, yang berada di dalam kendali laki-laki.

Dan pemikiran inilah yang harus diubah. Perempuan bukan gender kedua setelah laki-laki. Sifat-sifat buruk dan cacat yang dimiliki laki-laki tidak pantas disandangkan pada perempuan.

 

Juga mengenai kelemahan dan ketidakmampuan laki-laki….

…lha, kenapa harus diberikan pada perempuan?

 

Orang-orang harus sadar dan berhenti mengucapkan kalimat-kalimat bernada umpatan dengan perempuan sebagai objeknya. Berhenti menjadikan perempuan sebagai representasi ketidakberdayaan dan ketidakmampuan dari laki-laki.

Orang-orang harus belajar mengerti bahwa sikap dan perilaku itu sifatnya netral, bukan hanya milik salah satu gender.

Cengeng itu sifat netral, ia bebas dimiliki oleh laki-laki ataupun perempuan.

Penakut itu sifat netral, bisa dimiliki oleh laki-laki ataupun perempuan.

Juga lemahnya otot dan tenaga, adalah sebuah hal yang umum, dan sangat sah apabila dimiliki oleh laki-laki ataupun perempuan.

Tidak ada ceritanya laki-laki itu pasti kuat dan bukan perempuan namanya kalau tidak lemah. Tidak ada ceritanya laki-laki itu tidak menangis dan perempuan itu bagiannya lahir sebagai makhluk yang cengeng.

Tidak pula ada ceritanya perempuan itu halal takut dan laki-laki haram hukumnya tidak punya nyali.

Sifat-sifat itu keberadaannya adalah netral, karenanya wajar-wajar saja jika ia ada pada diri laki-laki ataupun perempuan.

Hanya karena laki-laki penakut, bukan berarti dia lantas berubah jadi perempuan.

Kenapa? Ya karena memang dia adalah manusia, jadinya wajar saja kalau punya rasa takut.

 

Perempuan yang pemberani dan kuat, bukan berarti dia menyerupai laki-laki, kenapa?

Ya karena memang dia manusia, dia punya keberanian, sifat mau usaha dan pantang menyerah, jadinya wajar saja kalau dia tidak merasa takut dan punya sisi-sisi nekad.

 

Nangis, kaya perempuan? Hey kamu pikir laki-laki tidak punya air mata? Dan rasa sedih?

Takut, kaya perempuan? Hey, kamu pikir nyali itu cuma kodratnya laki-laki?

Lemah, kaya perempuan? Hey, kamu pikir siapa yangs elama ini mengalami dismenorea tiap bulan yang setara  sakitnya dengan serangan jantung, hamil selama 9 bulan dan berjuang melahirkan yang sakitnya setara patah tulang badan sekaligus?


 

Masyarakat perlu sadar kalau penggunaan kata kaya cewek, kaya perempuan, banci banget lu, merupakan hal yang harus dihentikan. Juga tidak lagi menganggap apa-apa yang menjadi sisi kekurangan laki-laki sebagai perwujudan seorang perempuan.

Kita harus mau menerima kalau laki-laki dan perempuan itu adalah manusia setara. Dan sifat-sifat tadi adalah sesuatu yang sangat manusiawi.

Apa artinya?

 

Karena laki dan perempuan itu manusia, pastilah keduanya berkemungkinan punya sifat-sifat itu secara sama.

 

Karenanya tidak perlu gengsi dan sungkan mengakui kaki-laki juga bisa menangis. Laki-laki bisa sedih. Laki-laki tidak suka olahraga. Laki-laki suka masak. Laki-laki suka warna-warna lembut. Laki-laki tidak bisa angkat beban. Laki-laki takut sama kegelapan.

 

Dan tidak perlu juga mengatai perempuan yang kuat secara fisik, memiliki nyali baja, dan kemandirian tinggi dengan “Buseet, beneran cewek nggak nih?” “Laki banget lho dia.” “Ckckck, perempuan jadi-jadian nih.”

Kenapa?

Yaa karena memang wajar. Laki-laki dan perempuan itu setara, dan sifat maupun perilaku, apalagi mengenai kekuatan dan kapasitas tubuh, adalah sesuatu yang bisa saja dikembangkan oleh keduanya.

Berhentilah mengatai laki-laki lemah itu sebagai seorang perempuan. Dan perempuan hebat itu sebagai seorang yang lebih mirip sebagai laki-laki.

 

Perempuan dan laki-laki itu sama-sama manusia.

Laki-laki punya rasa takut, perempuan juga sama.

Laki-laki punya kekuatan fisik, perempuan juga iya.

Laki-laki punya hati, pempuanpun sama.

Laki-laki bisa sakit, nangis, dan patah……perempuanpun bisa tegar, kuat, dan jalan dengan gagah.