GIRLISME.COM – Pada tahun 2016 terdapat 259.150 jumlah kekerasan terhadap perempuan. Sebanyak 245.548 kasus diperoleh dari 358 Pengadilan Agama dan 13.602 kasus yang ditangani oleh 233 lembaga mitra pengadaan layanan yang tersebar di 34 Provinsi. (Kompas.com)

Kekerasan pada perempuan dari dulu sampai sekarang ternyata masih jadi persoalan yang belum bisa diselsesaikan, bahkan angka kekerasan yang ada di Indonesia masih berada pada titik yang fantastis, dan bikin siapapun jadi bertanya-tanya sebenarnya kekerasan yang kaya gimana yang terjadi ke perempuan? Kenapa bisa sebanyak itu? Itupun baru yang tercatat resmi, bukan kekerasan yang sangat mungkin dilakukan sehari-hari, dan belum dilaporkan.

Membaca data tentang jumlah kekerasan pada perempuan dan jenis-jenisnya membuat saya jadi merinding. Ya Tuhan…sebanyak ini perempuan yang masih mendapatkan perlakuan seperti ini di Indonesia, di saat kita diklaim sebagai bangsa paling beragama dan beradab. Tapi nyatanya para perempuannya, yang bahkan dianggap sebagai madrasah pertama, dianggap sebagai guru bangsa dan bahkan merupakan tiang agama dan pendidikan ternyata masih mendapatkan perlakuan yang menyesakkan.

Angka Kekerasan pada Perempuan Semakin Meningkat…

Kamu tau??

Kekerasan perempuan didominasi oleh hal-hal yang ada dalam keseharian, dan memang terus dilakukan. Oleh sebab itu perlakuan kasar terhadap perempuan snagat beresiko buat dialami lagi dan lagi, dalam waktu yang dekat dan panjang. Kekerasan perempuan paling didominasi di dalam hubungan rumah tangga, KDRT menempati posisi teratas dengan 5.784 kasus. Lalu setelahnya kekerasan dalam pacaran 2.171 kasus, lalu kekerasan terhadap anak perempuan 1.799 kasus.

Miris tidak?

Seolah-olah perempuan bahkan tidak punya tempat yang aman bagi dirinya sendiri. Di rumah disakiti. Punya hubungan, malah dikerjai. Sampai-sampai dalam usia dinipun angka kekerasannya masih terbilang sangat tinggi.

Kekerasan yang perempuan dapatkan paling tinggi itu adalah kekerasan fisik 42%, diikuti kekerasan seksual 34 % dan kekerasan psikis 14 %. Bukan hanya sampai sana, kalian harus tau juga bahwa dalam KDRT kasus perkosaan menempati posisi tertinggi dengan 1.389 kasus, diikuti pencabulan sebayak 1.266 kasus.

Bukan hanya di lingkungan rumah, ternyata perkosaan dan pencabulan juga terjadi dalam ranah komunitas, yaitu sebanyak 3.092 kasus. Bahkan kekerasan saat pacaran menduduki posisi kekerasan tertinggi dengan 2.017 kasus.

Lalu bagaimana dnegan tahun 2017 ini? Apa kabar kasus kekerasan terhadap perempuan??

Dalam CATAHU (Catatan Tahunan) yang dimiliki oleh Komnas Perlindungan Perempuan, dikatakan bahwa angka kekerasan terhadap perempuan mengalami KENAIKAN.

Angka kekerasan terhadap anak perempuan yang meningkat dan cukup besar yaitu sebanyak 2.227 kasus. Sementara angka kekerasan terhadap istri tetap menempati peringkat pertama yakni 5.167 kasus, dan kemudian kekerasan dalam pacaran merupakan angka ketiga terbanyak setelah kekerasan terhadap anak yaitu 1.873 kasus.

persentase tertinggi adalah kekerasan fisik 41% (3.982 kasus), diikuti kekerasan seksual 31% (2.979 kasus), kekerasan psikis 15% (1.404 kasus), dan kekerasan ekonomi 13% (1.244 kasus).

Hal lain yang mengejutkan pada CATAHU 2018, untuk kekerasan seksual di ranah privat/personal tahun ini, incest (pelaku orang terdekat yang masih memiliki hubungan keluarga) merupakan kasus yang paling banyak dilaporkan yakni sebanyak 1.210 kasus.

Kedua adalah kasus perkosaan sebanyak 619 kasus, kemudian persetubuhan/eksploitasi seksual sebanyak 555 kasus. Dari total 1.210 kasus incest, sejumlah 266 kasus (22%) dilaporkan ke polisi, dan masuk dalam proses pengadilan sebanyak 160 kasus (13,2%).

 

Di tahun ini, CATAHU juga menemukan bahwa pelaku kekerasan seksual tertinggi di ranah privat/personal adalah pacar sebanyak 1.528 orang, diikuti ayah kandung sebanyak 425 orang, kemudian diperingkat ketiga adalah paman sebanyak 322 orang. Banyaknya pelaku ayah kandung dan paman selaras dengan meningkatnya kasus incest.

Kekerasan di ranah publik mencapai angka 3.528 kasus (26%), di mana kekerasan seksual menempati peringkat pertama sebanyak 2.670 kasus (76%), diikuti berturut-turut: kekerasan fisik 466 kasus (13%), kekerasan psikis 198 kasus (6%), dan kategori khusus yakni traf icking 191 kasus (5%), dan kasus pekerja migran 3 kasus. 10. Tiga (3) jenis kekerasan yang paling banyak pada kekerasan seksual di ranah komunitas adalah pencabulan (911 kasus), pelecehan seksual (708 kasus), dan perkosaan (669 kasus).

Kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia secara mengenaskan malah angkanya semakin bertambah. Di saat sudah banyak yang mulai menggalakkan suara dan kepeduliannya, tapi mengapa angkanya justru makin tinggi??

Pendidikan dan ekonomi yang rendah jadi masalah…

Perempuan di dalam keluarga biasanya diposisikan sebagai gender lapis kedua, apalagi di sistem negara yang patriarki seperti di Indonesia. Perempuan di rumah bahkan tidak biasa memiliki daya dan kekuatannya sendiri di hadapan suaminya. Faktor pendidikan dan pola pikir yang seperti itu juga termasuks ebagai pendukung mengapa angka kekerasan sangat tinggi dalam ranah rumah tangga. Bahkan angka itu kemudian diikuti oleh kenyataan bahwa kekerasan yang palings ering dilakukan apda perempuan adalah yang menyangkut hal-hal fisik.

Perempuan tidak berani melawan karena memang biasanya memikirkan anak, dna juga tumpuan ekonomi yang bersandar pada suaminya. Karena itu sering kali tidak berani dan tidak punya daya apa-apa ketika disakiti. Pola pikir yang menjunjung tinggi laki-laki di atas perempuan membuat laki-laki bisa semena-mena dan semaunya sendiri, apalagi ketika ada suatu hal yang berjalan tidak sesuai dengan kehendaknya, di dalam rumah tangga. Perempuan yang memang di dalam otaknya meyakini bahwa suami merupakan imam, tuntutan dna juga pemimpin akan memiliki rasa segan bercampur takut jika harus melakukan perlawanan. Terlebih lagi jika itu masalah fisik, maka perempuan sudah pasti sulit untuk menang.

Kekerasan BUKAN cinta…

Angka kekerasan pada pasangan yang masih dalam taraf pacaran adalah yang paling tinggi di tahun 2017. Hal ini nyata dan bukan rekaan semata, bahwa masih banyak perempuan yang dipukuli habis-habisan oleh kekasihnya karena konflik ketika masih dalam status pacaran.

Kebutaan akan rasa sayang dan kekeliruan dalam mendefinisikan cinta membuat para perempuan masih bisa bertahan dan belum kapok untuk berhubungan lagi, walaupun tubuhnya sudah babak belur.

Ada yang mengatakan juga bahwa si perempuan sudah kepalang basah karena sudah memberikan terlalu banyak pada pacarnya, sehingga mau tidka mau memang harus bertahan dan menerima segala bentuk kekerasan yang dialami, lahir maupun bathin.

Dalam membangun hubungan, pola pikir dan prinsip perempuan adalah senjata utamanya. Entah itu dalam hal rumah tangga ataupun masih pacaran.

Perempuan yang berani berdiri sendiri dan memiliki daya akan berbeda caranya menyikapi masalah kekerasan, dengan perempuan yang masih menganggap dirinya sebagai lapisan kedua, setelah laki-laki.

Kekerasan pada perempuan adalah tanggung jawab bersama. Apalagi objeknya adalah perempuan dari usia dewasa hingga anak-anakpun tidak luput dari kasus dan penyiksaan. Cara yang paling cepat bisa kita lakukan adalah dengan meningkatkan kepedulian dan rasa percaya diri sebagai seorang perempuan. Juga rasa perduli kepada saudari kita di luar sana mengenai bagaimana sebenarnya hakikat perempuan dan laki-laki yang setara, sehingga tidak seharusnya jadi bulan-bulanan tubuh hingga luka-luka.

 

Cinta TIDAK PERNAH berupa kekerasan, apalagi penyiksaan. Dan penyiksaan TIDAK PERNAH jadi wujud sebuah cinta.