Meningkatnya penggunaan sosial media berimbas pada karakter anak muda saat ini. Yaitu menjadi suka pada hal-hal yang viral, menggandrungi perdebatan hal-hal kecil, sedang, sampai luar biasa besar dan abstrak, menjadi komentator ahli dalam semua bidang kehidupan, dan satu lagi, kids zaman now cenderung terbiasa menggunakan kata-kata yang menjurus ke cyber bully, yang terkadang sifatnya kasar dan tidak seharusnya dituliskan.
Di Twitter, masih ingat #AksibelaIslan dan #Haripatahhatinasional?
Yap, kedua hastag tadi merupakan trending yang diciptakan secara murni dan kreatif oleh netizen Indonesia. Membahas mengenai ketikdacocokan hubungan Bastian Steel dan artis cantik Chelsea Islan. Satunya lagi membahas mengenai betapa patah hatinya seluruh rakyat Indonesia dengan pernikahan dua orang manusia. Saking viralnya hastag itu rasanya kita jadi lupa bahwa di Negara ini patah hati yang sesungguhnya adalah ketika besok masih tidak tau mau apakah bisa makan atau tidak. Twitter biasanya identik dengan Twitwar. Percakapan dengan kualitas intelektual yang dirasa paling tinggi, berbdebat membahas mengenai politik, ekonomi, tak lupa juga tentang masa depan dunia sampai akhirat. Sepertinya anak-anak muda Indonesia fikirannya akan langsung otomastis menjadi sangat aktif jika sudah tertuang di 140 karakter Twitter.
Lalu berpindah ke Facebook. Melalui laman yang satu ini, biasanya kita menemukan banyak sekali komentar AMIN di setiap postingan yang ada. Entah itu yang gambarnya Mekah-Madinah, atau orangtua dan anak, suami dan istri, kemudian ada juga yang tampilannya gambar tempat-tempat destinasi wisata yang terkenal, sampai ke masalah sukses atau tidak, di Facebook kita bisa temukan semuanya dalam satu kata : AMIN. Dan entah bagaimana generasi zaman sekarang sepertinya sangat menggandrungi si AMIN ini, sampai dimana-mana banyak sekali bertebaran postingan yang membawa kata AMIN. Baru kali ini kata AMIN saja viralnya bisa jadi luar biasa.
Kita lalu bisa pindah ke Instagram. Wah, kalau sosial media yang satu ini, jangan ditanya isinya apa. Saking beragam dan banyak macamnya, sampai bisa dibilang semuanya ada. Mulai dari pembahasan yang sepele, gambar konyol, video-video makanan, bahasan gosip, sampai ke info-info serius. Yang akhir-akhir ini viral, khususnya di kalangan kids zaman now biasanya mengenai kehidupan para public figure dengan keluarga mereka yang lucu dan bahagia. Ada yang baru saja menikah, dengan mas kawin, resepsi, sampai ke detail-detail dekornya dibahas oleh netizen. Ada yang sedang berbulan madu, dari mulai angkat kaki dari rumah sampai nanti kepulangannya bisa dinikmati live, serasa ikut bulan madu bersama mereka, bulan madunya ramai-ramai.
Kemudian ada artis yang sudah punya anak, atau baru saja punya anak, yang kemudian menggunakan metode-metode cerdas dalam membesarkan anaknya—yang ternyata kemudian coba diikuti oleh generasi sekarang—sebagai acuan menjadi ibu yang baik di masa depan. Ada juga yang pasangan romantis yang dinobatkan oleh netizen sebagai #couplegoals, yang apapun itu isi postingannya, pasti akan disambut riuh oleh netizen, seolah-olah mereka dan si artis itu keluarga dekat.
Nah, kebiasaan dan intensitas yang semakin tinggi dalam menyerap kemudian menanggapi postingan-postingan di di Twitter, Facebook atau Instagram inilah yang sepertinya menyebabkan sangat lumrah untuk menggunakan bahasa yang cenderung sifatnya kasar, atau malah ada yang saru, ketika memberikan komentar kepada orang lain. Entah itu tujuannya untuk bergurau, ikut tren supaya keren, atau benar-benar ungkapan ketidaksukaan sangat sulit dibedakan. Namun intinya hal tadi agaknya perlahan mulai menjadi suatu kebiasaan yang wajar. Memang secara teknisn si netizen ini hanya terhubung melalui dunia maya, bukan nyata, jadinya walaupun mengucapkan kata dalam bentuk apapun tidak akan ada yang bisa meninjunya langsung di muka, atau memberi tamparan instan.
Hal ini juga berlaku ketika memberi komentar di akun sosial media salah satu artis. Memang sih si netizen dan artis berada di lingkungan yang berbeda, yang singkatnya, mereka tidak mungkin main bersama, jadi kalaupun menuliskan hal-hal yang buruk, si artis tidak mungkin tau mereka itu siapa. Namun kemudian kebiasaan ini rupanya sudah mulai menjadi-jadi sehingga memunculkan banyaknya pelaporan mengenai pencemaran nama baik, dan hate speech berkaitan dengan komentar di media sosial.
Hal yang perlu diingat kemnbali adalah bahwa secara tidak langsung sosial media adalah wajah Negara. Apa yang ada di media sosial bahkan bisa dinikmati oleh siapa saja secara bebas, sampai ke manusia yang berada di negara yang berbeda. Sehingga alangkah baiknya menghadirkan tren yang tidak ‘membunuh’ satu sama lain, ketika tengah berada di tengah-tengah dunia maya.
Leave a Reply