Jual Beli Jabatan terjadi Lagi diantara Kepala Daerah
Jual beli jabatan terjadi lagi diantara Kepala Daerah. Kali ini dilakukan oleh Bupati Pemalang. Kabar ini menambah daftar panjang para jajaran bupati yang nakal karena melakukan jual jabatan.
Jual beli jabatan disini dimaksudkan sebagai Pengisian kekuasaan. Jual beli jabatan sering dikaitkan dengan dukungan dari ASN dalam kontestasi pilkada. Masih sering dijumpai penempatan seseorang dalam jabatan tidak memperhatikan kompetensi, kinerja, dan rekam jejak integritas. Biasanya lowongan jabatan seperti ini dipengaruhi seperti mahar politik, Istilah populernya ialah jual-beli jabatan.
Akar masalah jual-beli jabatan ialah Pasal 53 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Disebutkan bahwa Presiden selaku pemegang kekuasaan tertinggi pembinaan ASN dapat mendelegasikan kewenangan menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian pejabat selain pejabat pimpinan tinggi utama dan madya, dan pejabat fungsional keahlian utama.
Menurut MediaIndonesia, Ada tiga modus jual-beli jabatan. Modusnya, menurut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), ialah sistem ijon sebelum pilkada; model terang-terangan seperti membuka warung dan memasang tarifnya; dan kesepakatan antara kepala daerah dan yang meminta jabatan. Pejabat yang dilantik harus menyetorkan sejumlah uang sesuai dengan jabatan yang diinginkannya.
Kasus yang baru saja terjadi adalah kasus bupati Pemalang yang melakukan Korupsi. KPK menggeledah rumah serta kantor di Jakarta Selatan yang terkait jual beli jabatan.
Adapun lokasi yang digeledah penyidik KPK antara lain:
1. Kantor Bupati Pemalang;
2. Kantor Dinas Koperasi Pemkab Pemalang;
3. Kantor BKD;
4. Kantor Dinas PUTR;
5. Kantor Kominfo; dan
6. Rumah kediaman pribadi Tersangka MAW
Bukti yang didapatkan pemerintah yakni berupa dokumen dan barang elektronik. Dilansir dari Kompas.com, OTT terhadap Bupati Pemalang Mukti Agung Wibowo terkait juga dengan dugaan suap pengadaan barang dan jasa.
Fenomena ini mengingatkan lagi pada bupati yang pernah melakukan korupsi dalam ranah jual jabatan. Adapun beberapa kabupaten/kota y yang bupatinya melakukan jual jabatan. Diantaranya Klaten, Nganjuk, Cirebon, Kudus, Jombang, Tanjungbalai, Probolinggo, Pemalang, Bogor, Yogyakarta, Tanjung Balai
Bupati/wali kota yang terlibat dalam kasus , yakni Bupati Klaten Sri Hartini, Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat, Bupati Cirebon Sunjaya Purwadisastra, Bupati Kudus Muhammad Tamzil, Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko, Wali Kota Tanjungbalai Muhamad Syahrial, dan Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari.
Terdapat pula Wali kota dari Bekasi , Rahmat Efendi Bupati Abdul Gafur, dan Bupati Langkat Terbir Rencana. Dari Yogyakarta yakni Haryadi Suyudi, Bupati Bogor Ade Yasin.
Berulangnya kasus korupsi diantara kepala daerah merupakan masalah besar di negara Indonesia. Korupsi yang mereka lakukan sungguh merugikan banyak pihak dan membuat masyarakat enggan percaya lagi dengan pemerintah setempat. Menurut KPK, rawan korupsi diantara pejabat khususnya di daerah berupa pengadaan dan jasa.
Apapun bentuk korupsi, itu sudah merugikan masyarakat. Padahal ia dipilih sebagai pemimpin karena dipercaya karena mereka mampu. Tetapi pemerintah yang dipercaya menyia-nyiakan kepercayaan masyarakat. Hal ini mencerminkan rendahnya integritas yang dimiliki oleh pimpinan yang dipercayai masyarakat. Perlu diketahui bahwa kepercayaan adalah sesuatu yang mahal.
Menurut Ketua Komisi Aparatur Negara (KASN) Agus Pramusinto, korupsi bisa diredam dengan pengetatan regulasi. Regulasi disini diartikan sebagai peraturan yang digunakan untuk mengendalikan suatu tatanan. Regulasi yang akan dilakukan akan dapat menentukan arah pasa setiap pemerintahan.
Regulasi bisa disebut perpanjangan alami dari undang-undang yang dapat mengontrol lewat hukum. Tetapi meskipun regulasi sudah dilakukan tetapi masih ada celah diantara para pejabat untuk korupsi, lantas Indonesia akan menjadi seperti apa ?