Gelombang Revolusi Industri 4.0 Datang, Indonesia Belum Siap

Dengan kondisi saat ini, sepertinya pemerintah belum siap untuk menangkap gelombang revolusi industri 4.0. Indikasi ini terlihat dari program vokasi yang saat ini belum jadi prioritas.

Direktur Institute for Develop­ment of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati berujar, program dari pemerintah tentang pelatihan tenaga kerja sangat minim, “Program pemerintah belum sampai ke ujung tombak sasaran agar optimal, akses tenaga kerja kita dapat pelatihan minim sekali,” katanya ketika ditemui di kawasan Cikini, Jakarta, beberapa waktu lalu.

Ia juga mengatakan, pekerja saat ini tidak punya jaminan untuk dapat pekerjaan walaupun sudah mengikuti proses pelatihan. “Fakta di lapangan, saat ini tenaga kerja banyak yang tidak terserap dengan baik. Ikut pelatihan sudah, namun tidak ada jaminan dapat kerja, kan percuma,” katanya menambahkan.

Sekjen Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) Abdul Waidl, mengatakan, adanya revolusi industri sangat mempunyai potensi menaikkan timpang antara pekerja dengan keahlian dan tanpa keahlian. “Padahal 52 persen angkatan kerja yang ada saat ini berpendidikan SMP ke bawah,” katanya.

Diungkapkan juga, peningkatan kesempata kerja, kondisi kerja kondusif, kesempatan bekerja, dan tidak ada diskriminasi bagi pekerja berjenis kelamin perempuan harus jadi prioritas utama pemerintah. “Secara umum pemerintah belum menunjukkan fokus da­lam upayanya untuk mencapai ekonomi berkeadilan tersebut,” tegasnya.

Dinilai, politik anggaran saat ini untuk pendidikan vokasional sangatlah kecil jumlahnya. Ini adalah tanda bahwa pendidikan tentang vokasi bukanlah prioritas. Disebutkan juga, anggaran untuk pendidikan vokasi dari tiga menteri perihal Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun lalu hanyalah Rp 2,59 triliun. Jumlaj ini hanya 0,61 persen dari alokasi anggaran, yakni sebesar Rp 416,09 triliun.

Pihaknya turut memberikan saran pada pemerintah untuk menambah kejuruan dan kurikulum yang juga disesuaikan dengan kebutuhan. Tentu, ini mengacu pada tantangan di revolusi industri 4.0. “Selama ini terjadi mismatch antara pelati­han yang kerap diberikan di Balai Latihan Kerja (BLK) dengan kebutuhan di industri,” katanya.

Asisten Deputi Ketenagak­erjaan Menko Perekonomian Yulius juga mengakui, adanya revolusi industri sangat tidak bisa di elakkan adanya. “Revolusi Indus­tri 4.0, sama seperti Globalisasi, mau tidak mau ada dan harus dihadapi,” ungkapnya.

Dituturkan olehnya, pemerintah sedang berupaya mempersiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) masa depan terhadap revolusi industri. “Adanya Revolusi Indus­tri 4.0 juga akan memuncul­kan pekerjaan baru. Kita harus menyiapkan anak-anak muda bangsa agar bisa menyesuaikan diri,” ujarnya.

Yulius juga sempat mengatakan, beberapa waktu lalu presiden Jokowi sempat mengundang pelaku industri lokal. “Presi­den menanyakan apa saja yang harus dipersiapkan anak muda. Mereka menjawab, anak muda kita harus diajari Bahasa Inggris sejak awal,” kata dia.

Selain bekal berupa bahasa Inggris yang baik, hal lain yang juga harus sudah siap sedia adalah adanya ahli bahasa pemograman. “Di Indonesia ini masih sedikit sekali yang menguasai coding. Kita masih harus impor tenaga ahli (coding) dari luar,” ujar Yulius. ***


Posted

in

by