Kasus Pelecehan Agni Diketok DAMAI oleh UGM. Dilecehkan dan Diikhlaskan?? Seriusan nih, UGM??

GIRLISME.COM – Kasus Agni (bukan nama sebenarnya), yang dilecehkan oleh temannya sesama mahasiswa UGM pada tahun 2017 lalu ketika sedang menjalani masa KKN ternyata diketok damai oleh pihak UGM.

Saya mengikuti jalan panjang Agni untuk membuka masalah pelecehan yang dialaminya. Peristiwanya terjadi pada tahun 2017 dan baru bisa disuarakan pada tahun 2018. Dan itupun tidak melalui proses yang mudah, hingga kemudian suara Agni bisa didengar. Menyebabkan kasusnya terungkap, dan menarik banyak perhatian. Kasus ini kemudian membuka luka lama perjalanan panjang kasus pelecehan seksual dalam ranah akademik di Indonesia. Perjuangan Agni yang masih terus berjalan sampai saat ini membuat saya terkejut ketika mengetahui bahwa masalah ini pada akhirnya diputuskan damai.

Klaimnya keputusan itu diterima oleh Agni dan HS dengan melewati proses yang matang dan banyak pertimbangan.

Kasus pelecehan berakhir damai??

Bukannya apa-apa, tapi dalam kepala saya, sebagai seseorang yang menyaksikan sebuah kasus pelecehan terjadi di sebuah lembaga pendidikan megah dan mewah, sejujurnya saya berharap sangat besar bahwa kasus ini ujungnya akan mencapai bentuk yang lebih baik daripada sekedar “kekeluargaan”. Saya masih belum bisa terima konteks damai dalam masalah ini…ayolah, ini kasus pelecehan yang sebegitu susahnya untuk disuarakan, belum lagi penderitaan Agni secara personal yang menyiksanya fisik maupun psikis, belum lagi masalah yang harus ditemuinya di kampus yang berkaitan dengan nilai, untuk kemudian berakhir secara “tidak-apa-apa, diikhlaskan saja” membuat saya sedih, kesal, dan marah.

Perjanjian damainya ditandatangani pada 4 Februari 2019 yang lalu, oleh Agni, HS, dan Rektor UGM, Panut Mulyono. Disaksikan juga oleh Dekan Fisipol UGM Erwan Agus Purwanto dan Dekan Teknik UGM Nizam, ayah HS, dan pengacara Agni, Sukiratnasar, yang juga meyakinkan kalau perjanjian ini diterima oleh Agni tanpa paksaan sekalipun.

Hal lain yang sejujurnya membuat saya miris adalah penyelesaian yang dilakukan terhadap pelaku, si HS ini. Ini serius sama sekali tidak diberikan hukuman apapun? Sama sekali??

Dia melecehkan anak orang loh. Dia melakukan tindakan pelecehan seksual secara paksa, kepada seorang perempuan, yang menyebabkan kerugian pada perempuan tersebut…dan dia kemudian sama sekali tidak diberikan ganjaran APAPUN?

Bagaimana mungkin?!

Pelecehan yang kemudian dia tutupi dengan begitu pengecut! Dia lari, dia sembunyi, kemudian ujungnya tindakan dia itu dimaafkan dan diikhlaskan oleh korban dan keluarganya?

You gotta be kidding me.

Dalam wawancara yang dilansir dalam Tirto.id dikatakan bahwa pembawaan kasus ini ke jalur hukum memang menemui kesusahan, karena justru ada beberapa ketidaksesuaian yang ditemukan di lapangan. Tim kode etik UGM juga mengatakan bahwa terjadi perbedaan pendapat di antara mereka mengenai apakah ini perkara kekerasan seksual ataukah perbuatan asusila.

Hingga pada akhirnya kemudian solusi damai ini dicetuskan. Hal ini disampaikan juga oleh pengacara Agni, yang mengatakan bahwa jalan damai merupakan cara untuk melindungi Agni.

Dalam hal ini kalaupun memang benar dari jalur hukumnya tidak diproses karena ada fakta lapangan yang ternyata berbeda, namun setidaknya pihak UGM sebagai payung bisa menunjukkan reaksi yang lebih dari sekedar ‘lapang dada’ atas kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh mahasiswanya.

Dari awal UGM bersuara, sama sekali tidak ada wacana mengenai hukuman yang bertujuan untuk membuat si HS ini kapok. Tidak ada wacana hukuman jera untuk pelaku. Malahan sejak awal UGM mencanangkan kata damai untuk ini.

Kenapa??

Atau setidaknya menunjukkan pada publik kalau UGM anti yang namanya pelecehan seksual. Menunjukkan pada pelaku dan orang di luar sana bahwa UGM akan bersikap keras dan menolak segala bentuk kekerasan dan tidak pelecehan seksual.

Tidak ada. Malahan dia bisa begitu lancarnya menjalani masa pendidikan, dan akan pakai toga. Wacana DO, bahkan sekedar diskors, atau ditangguhkan masa kuliahnya?? Intinya hukuman yang diberikan secara akademis atas perilakunya yang merugikan. Di sini saya melihat respon UGM seperti melempem.

Kenapa??

Agni ini begitu dirugikan. Tapi kenapa bahkan UGM tidak bisa memberikan efek jera pada HS yang sudah semaunya??

Kenapa malah ujungnya damai dan menerima perilaku kurang ajarnya??

Jujur, saya masih belum bisa mendamaikan diri saya dengan keputusan ini.

Solusi dari hal ini malah dikatakan bahwa HS sebagai pelaku diwajibkan mengikuti konseling wajib (mandatory counseling) sampai selesai, yang ditangani langsung oleh pihak yang ditunjuk UGM. Dalam hal ini Agni juga dimandatkan untuk menjalani konseling trauma sampai selesai, yang juga dilakukan oleh pihak yang ditunjuk oleh UGM. Ditambah dengan biaya pendidikan dan biaya hidup untuk Agni, yang setara dengan konten dalam beasiswa bidikmisi.

Supaya apa?

Supaya keduanya bisa menyelesaikan masa akademiknya pada Mei 2019 ini. Yap, HS dan Agni akan wisuda bersama. Si pelaku dan korbannya akan pakai toga. Bahkan Pak Rektor sudah meminta Fakultas Teknik dan Fisipol untuk mengawasi kegiatan akademik keduanya, agar tidak mendapatkan halangan apapun.

Lagi-lagi saya tidak habis pikir, kenapa malah si pelaku hanya mendapatkan konseling tanpa adanya beban hukuman lain sih? Dia itu pelaku lho. Dia sudah mencelakai anak orang. Merugikan. Dan kemudian pada akhirnya hanya berbuntut konseling?

Kata Pak Rektor HS sudah mengaku salah dan menyesal, dia juga minta maaf. Seolah-olah maafnya dia bisa menjadi legitimasi sebuah kejeraan. Seolah-olah maafnya bisa membayar kerugian korban.

Dalam naskah perjanjian juga hanya dituliskan bahwa HS melakukan “kesalahan saat KKN Juni 2017” tanpa secara eksplisit menjelaskan mengenai apa kesalahan yang telah di perbuat itu. Tidak ada kata pelecehan, ataupun kekerasan seksual.

Kenapa?

Karena katanya ini terkait dengan ujung permasalahan ini yang memang inginnya damai, sehingga kesalahannya tidak dijelaskan dengan gamblang.

Sekali lagi…

kenapa??

Bukannya harusnya ia menolak lupa atas kesalahan yang pernah ia perbuat?

Pak Rektor UGM mengatakan bahwa pengurusan secara damai ini ditujukan agar keduanya bisa segera lulus, dan dapat  untuk bangsa dan Negara.

Baiklah…mari kita lihat dan tunggu apa kiprah si tukang pelecehan ini terhadap bangsanya.

 

Dan walaupun saya tetap tidak mempercayai narasi bahwa Agni menandatangani perjanjian ini berasaskan keihklasan dan sama sekali tidak ada paksaan siapapun. Walaupun saya masih berpikir bahwa ada kepentingan yang lebih besar yang melingkupi keputusan Agni, hingga ia bisa memilih jalan damai dan si pelaku bebas tanpa hukuman apapun. Walaupun saya begitu marah karena tidak ada narasi jera atas perilaku tidak senonoh HS pada Agni, namun saya tetap mendoakan agar Agni tegar dan benar-benar dalam keadaan yang baik.

Walaupun sampai saat ini saya tidak bisa berdamai dengan kedamaian yang dibuat oleh para petinggi UGM itu, tapi saya akan selalu mendoakan agar kedamaian yang sesungguhnya benar dimiliki oleh Agni.

Dan sampai kapanpun, Kami Masih Agni. Dan tetap akan selalu bersama Agni.


Posted

in

by