Perkara #SaveGempi dan Alasan Mengapa Perceraian Bukanlah Kesalahan, Melainkan Harus Dilakukan…

waktu baca 4 menit

GIRLISME.COM – Gempita lewat #SaveGempi rasanya sudah cukup buat menjadi Saingan Jokowi-Ma’ruf dan Prabowo-Sandi di pilpres 2019 besok. Nggak tanggung-tanggung, hastag #SaveGempi langsung jadi trending di beberapa platform media sosial Indonesia. Mengalahkan trending Vicky Prasetyo dan Angel Lelga yang sudah dibuat dengan lebih mewah. Hal yang sebenarnya miris dan bukanlah sesuatu yang pantas buat dibuat bahan trendingan. Kita melupakan esensi Gempi dan orangtuanya yang tengah berada dalam saat-saat sulit.

Peristiwa Gading-Gisel-Gempi adalah bukti bagaimana pikiran masyarakat Indonesia masih berada pada tataran sempit dalam memaknai sebuah perceraian.

Nikah Ah, Biar Besok Bisa Cerai……

Nggak ada seorangpun yang menikah dengan tujuan cerai.

“Ah, nikah ah…biar besok bisa cerai…”

Nggak ada yang begitu.

Inti utama setiap hubungan yang terjalin adalah supaya bisa tumbuh dan berubah jadi sosok yang lebih baik daripada sebelumnya. Adanya pasangan menunjukkan bahwa kita adalah manusia yang lemah, dan menemukan kelengkapan hidup melalui orang-orang yang kita kasihi dan mengasihi kita. Pinginnya lewat sebuah hubungan ada hal-hal baik yang datang. Kita yang awalnya merupakan sosok yang begitu egois dan individualis kemudian belajar pelan-pelan buat menerima, menghargai, dan akhirnya mau berkompromi demi kebaikan bersama.

Pernikahan adalah bagaimana dua orang menemukan jalan-jalan tengah agar bisa bahagia dan bersedih bersama.

Dalam kasus Gading-Gisel, yakinlah mereka juga nggak pernah ada ide buat bercerai ketika memutuskan awal berpacaran kemudian mengikat janji pernikahan. Mereka pasti sama layaknya pasangan lan, inginnya rukun, langgeng sampai kakek-nenek, dan bahagia di rumah yang sama dengan anak dan cucu. Mewujudkan mimpi-mimpi yang sudah disusun berdua.

Mengapa kita harus pahami ini? Agar kedepannya ketika kita melihat kasus perceraian, kita nggak mengejek atau mencibir keputusan itu, melainkan meahami bahwa di dalam kasus itu ada dua orang yang saling menyayangi dan berusaha untuk menemukan jalan agar bisa baik-baik saja. Sehingga ketika melihat kasus Gading-Gisel, kita akan menahan diri untuk menilai negatif, melontarkan kata-kata menggurui dan paling tahu. Mengajari dan menuntut mereka atas keputusan itu.

Mereka yang menjalani, mereka yang hidup bersama, mereka yang memahami kehidupan keluarganya…tahu dirilah dalam menilai. Mereka adalah pihak yang paling mengerti tentang konflik di keluarga kecil mereka. Dan mereka pasti sudah mengusahakan yang terbaik bagi setiap pihak.

 

Bukanlah bagian kita untuk mengungkung keputusan perceraian dengan nada-nada menghukum dan memojokkan. Karena…kita ini siapa sih? Memangnya kita tahu apa? Kita hanya tahu foto-foto di feed sosial medianya, tapi bahkan nggak pernah masuk ke rumahnya.

Miris rasanya melihat komentar-komentar warganet yang seolah-olah memosisikan Gading-Gisel sebagai kedua pasangan buruk, karena dianggap melewatkan usaha-usaha untuk mempertahankan rumahtangganya. Layaknya mereka nggak pernah mencoba sama sekali untuk tetap bertahan. Seolah-olah warganet jadi yang paling peduli, paling tahu segalanya, sampai melupakan bahwa Gading-Gisel—dan setiap orang dengan keputusan perceraian adalah manusia yang memiliki hak atas dirinya sendiri.

Ada cara yang lebih baik dalam merespon keputusan kerabat yang bercerai, selain memaksanya buat balikan dan menghujaninya dengan penilaian buruk. Terlebih lagi kalau dia nggak mau membuka diri dan memutuskan untuk menyelesaikan masalahnya secara pribadi, maka memaksakan kehendak kita dan membuat kesimpulan sendiri atas masalah mereka adalah jalan pikir yang keliru.

Belajarlah menghargai perpisahan, bukan sebagai sebuah hal yang memalukan, namun sebagai usha perbaikan.

Perceraian bukan kesalahan, Ferguso!

Nggak ada orang yang menikah tujuannya buat cerai. Pasti semua orang menginginkan punya keluarga. Willing to have a home not just a house. Setiap yang menikah pasti inginnya bahagia dan menemukan banyak hal positif yang bisa menjadikan dirinya lebih baik dari hari-hari sebelumnya.

Tapi pada akhirnya ketika yang dimimpikan dalam pernikahan itu nggak tercapai, perceraian bukan hal yang salah. Berpisah lebih baik daripada bertahan di dalam hubungan yang saling menghancurkan satu sama lain. Karena inti dari menikah adalah perbaikan bersama. Bukan penyakitan bersama.

Kasus Gading, Gisel, Gempi adalah bukti bagaimana pikiran sempit masyarakat Indonesia masih begitu merendahkan perceraian. Berpikir bahwa perceraian adalah jalan terburuk, dan resiko-resiko setelahnya akan jadi lebih buruk lagi. Kita tidak membiasakan diri untuk melihat sebuah perceraian sebagai sebuah awalan baru yang baik, sehingga susah sekali menghargai privasi pasangan yang memutuskan untuk berpisah.

Susah bagi masyarakat kita untuk melihat perceraian lebih dari sekedar “janda-duda”, dan “anak broken home”, padahal sesungguhnya perceraian lebih dari label-label tersebut. Ada kehidupan dan keputusan-keputusan besar yang ada di dalamnya.

Perpisahan bukanlah kesalahan. Mereka yang memutuskan untuk menyudahi hubungan pernikahannya pasti sudah melalui masa-masa sulit dan sakit luar biasa, sehingga melepaskan untuk melepaskan orang yang disayangi. Justru mereka yang bercerai seharusnya diberikan dukungan dan kepercayaan akan kehidupan kedepan yang bisa menjadi lebih baik lagi, bukan malah disumpahi dan dimarahi, atas dasar asumsi dan sok peduli.