Capai Dikit, Langsung Mau Nikah. Lelah Dikit, Langsung Mau Nikah. Yaelah, Emangnya Nikah Wahana Pasar Malam??

waktu baca 4 menit

GIRLISME.COM – Kebanyakan perempuan mikir kalau nikah adalah jawaban dari semua masalah. Capai ngerjain tugas, maunya nikah. Lelah ujian di kampus, maunya nikah. Jenuh sama pekerjaan di kantor, maunya nikah.

Emang nikah itu seberapa recehnya sih di mata kamu, lantas jadi jawaban dari semua permasalahan dengan sebegitu mudahnya?

Kamu kira nikah lebih gampang daripada ngerjain tugas?

Kiranya nikah lebih mudah dari ngerjain ujian di kertas?

Nikah lebih selow dibandingin ngerjain tugas kantor?

Iya?

Ckckck~~

 

Pada hakikatnya menikah adalah penyatuan dua hal berbeda. Apa sajakah itu? Banyak. Mulai dari penyatuan individu dengan sifat, karakter, kepribadian, dan mimpi yang berbeda. Kebiasaan-kebiasaan yang nggak sama. Juga mimpi yang pastinya nggak hanya satu. Menikah juga menyatukan dua keluarga besar, sehingga banyak kepentingan, adaptasi, penyesuaian baru yang harus dilakukan.

Menikah bukan hanya itu, menikah juga berarti bersiap akan hal-hal yang sebelumnya nggak ada, mulai dari persiapan secara psikologis, finansial, dan juga mental. Dari semua yang telah disebutkan di atas, jujur saya masih belum menemukan nikah sebagai sesuatu yang lebih gampang daripada sekedar ngerjain tugas kuliah.

Menikah membutuhkan kesiapan yang matang. Karena kedepannya kamu dan pasanganmu nggak akan lagi hadir sebagai seorang individu, bukan lagi sebagai kamu dan dia. Tapi kedepannya kalian akan hadir dalam bentuk berdua, yang berbeda.

Yang pertama, kamu akan jadi menantu, yang harus belajar lagi dari awal tentang bagaimana caranya beradaptasi sebagai seorang istri dari anak lelaki dari ibu dan bapaknya. Kamu harus menyiapkan diri untuk berbakti pada orangtua barumu, sama layaknya orangtuamu dahulu. Dan ini nggak akan jadi lebih mudah dari sekedar ngehafal materi ujian dari buku-buku sejarah.

Selanjutnya, kamu akan jadi saudara ipar. Akan menemukan banyak sekali orang baru yang ternyata masuk ke dalam kehidupan keluarga barumu. Kamu harus belajar lagi untuk mengenal, memerhatikan, mempedulikan dan berinteraksi dengan sekian banyak orang asing dengan segala latar dan sifat. Yakinlah, ini nggak akan jadi lebih gampang dari mengerjakan tugas sampai lembur di tengah malam.

Kamu juga akan jadi anggota masyarakat dengan predikat seorang keluarga sendiri, bukan lagi masuk ke daftar keluarga lamamu ataupun suamimu. Dan ini berarti sangat banyak, kamu harus mulai belajar menempatkan diri bergaul dengan ibu-ibu komplek rumah sebagai seorang perempuan dewasa, bukan lagi anak-anak atau remaja. Kamu memiliki tanggungan atas nama keluarga di hadapan warga, dan juga harus mengikuti segala aturan dan tradisi secara mandiri, nggak bisa lagi diwakili oleh siapapun. Dan sejujurnya ini nggak akan jadi lebih gampang usahanya dari nyelesaikan tugas kantor.

Kedepannya, kamu juga akan jadi orangtua, akan jadi ibu. Yang mana nggak akan lebih mudah dari sekedar berburu dosen buat minta tanda tangan hasil revisi. Kmau akan jadi ibu di detik kamu hamil hingga nanti kamu meninggal. Tanggungjawabmu pada anakmu besar sekali meliputi segala aspek yang ada pada dirinya, secara mental, jasmani dan juga rohani. Juga segala kebutuhan primer hingga tersier. Percayalah menjadi orangtua nggak sesederhana yang kamu pikirkan saat main boneka-bonekaan atau lihat feed IG artis dengan dekor yang lucu-lucu. Jadi orangtua tanggungjawabnya luar biasa besar dan menguras segala energi yang kamu miliki.

Dan yang nggak luput juga….kamu akan jadi istri dari seorang asing, yang akan kamu tamui selama 24 jam dalam sehari. Tujuh kali dalam seminggu. Tanpa jeda. Menjadi istri bukan hanya masalah kasur, dapur, sumur ya, tapi masalah penyesuaian banyak hal. Manajemen perasaan, mental dan juga kesediaan untuk memikirkan segala sesuatunya atas nama berdua, bukan lagi seorang diri, adalah hal yang sebenarnya nggak pernah lebih mudah dari hafalan-hafalan ujianmu di sekolah sana.

Menata finansial dan keuangan adalah hal yang juga harus kamu sesuaikan. Kamu akan terlepas dari orangtuamu, dan mulai membangun segalanya berdua dengan suamimu. Hal ini nggak akan mudah, karena kamu baru pertama kali ngejalani hal yang secara penuh benar-benar lepas dari orangtua seperti ini. Bukan lagi nyimpen uang untuk diri sendiri, tapi ternyata harus direncanakan untuk sekeluarga, dan untuk urusan-urusan berlapis banyak, mulai dari sandang, pangan dan papan.

 

Menikah itu nggak gampang, ia susah dan sulit. Karena itu menikah bukanlah jalan keluar dari tugasmu yang numpuk, dari kerjaan kantormu yang tanpa ujung, dari ujianmu yang segunung. Karena menikah jauh lebih kompleks dari itu. Menikah akan membawa masalah yang bukan lagi tentang kamu secara individu, tapi atas nama menantu, atas nama ipar, atas nama warga masyarakat, atas nama istri. Karena itu menikah bukanlah jalan keluar buat bersenang-senang, tapi menikah adalah tahapan bagi mereka yang sudah siap buat memikul beban dan konflik yang lebih matang.

 

Yang sudah cukup berani untuk menghadapi masalah yang bukan hanya tentang kuliah, kerja dan ujian. Bukan hanya tentang dirinya sendiri, tapi tentang hal-hal baru dan asing yang sebelumnya nggak pernah dia temui.

Jadi berhentilah bermimpi bahwa menikah akan jadi lebih sederhana dan gampang dari ujian semester. Menikah adalah ujian seumur hidup, yang justru nggak punya hari tenang dan nggak ada hari liburnya.